ARTIKEL


Patokan Rumah Murah Naik
Pemerintah dinilai tidak berpihak kepada rakyat
Kementrian Perumahaan Rakyat akan menaikkan harga patokan rumah tapak bersubsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Hal itu merupakan antisipasi dampak kenaikan harga bahan bakar minyak terhadap biaya pembangunan perumahan rakyat.
Demikian dikemukakan Mentri Perumahan Rakyat Djan Faridz dalam pembukaan Musyawarah Nasional Ke-4 Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apresi), di jakarta Rabu 12 Juni 2013.
Besaran kenaikan harga patokan rumah bersubsidi akan menyesuaikan dengan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Saat ini, harga maksimum rumah tapak bersubsidi yang di patok pemerintah di kisaran Rp.88 juta - Rp.145 juta, menurut zonasi.
Subsidi rumah berupa suku bunga tetap (fixed rate) 7,25 persen pertahun untuk tenor 15 tahun, pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), serta keringanan Pajak Penghasilan (PPh) final menjadi sebesar 1 persen.
"Kami sedang menyewa konsultan untuk menghitung berapa kenaikan harga patokan rumah bersubsidi. Misalnya, di Jakarta, saat ini patokan harga rumah tapak Rp.95 juta per unit, kalau naik 10 persen saja, harganya sudah diatas Rp.100 juta per unit, ujar nya".
Faridz menambahkan, tanpa koreksi harga patokan rumah, pengembang dikhawatirkan berhenti memasok rumah bersubsidi.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Apresi Eddy Ganefo menilai, kenaikan harga BBM tidak akan berimbas langsung pada kenaikan tarif listrik. Akan tetapi berdampak pada kenaikan biaya angkutan material.
Pihaknya menyambut rencana pemerintah menaikkan harga patokan rumah bersubsidi. Akan tetapi, muncul kekhawatiran kenaikan itu akan melemahkan daya beli masyarakat berpenghasilan rendah.
Secara terpisah direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda menilai rencana itu merupakan kebijakan kekeliruan dan tidak berpihak kepada masyarakat berpenghasilan rendah. Saat ini masyarakat yang belum memiliki rumah mencapai 15 juta keluarga.
Sumber. Harian Kompas



Perlu Terobosan Perumahan
Pemerintah perlu membuat terobosan untuk mempercepat penyediaan rumah bagi rakyat berpenghasilan rendah. Kekurangan rumah bisa diatasi melalui sinergi pemerintah pusat-daerah, peremajaan kota, dan menghidupkan kembali peran perumnas, demikian di ungkapkan Cosmos Batubara, mantan Mentri Muda Perumahan Rakyat (1978 - 1983) dan Mentri Negara Perumahan Rakyat (1983 - 1988) di jakarta Selasa 14 Mei 2013, menyikapi tersendatnya penyediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah di tengah lonjakan harga rumah yang tidak terkendali.
"Dimana rakyat tidak mampu menyediakan sendiri rumah, maka pemerintah harus turun tangan. Itu filosofinya," ujar Cosmos.
Peremajaan kota dan pembangunan rumah susun merupakan jawaban untuk mengatasi masalah perumahan dan kekumuhan perkotaan. Revitalisasi kawasan kumuh sekaligus memberikan solusi penyediaan tanah bagi hunian vertikal. Setiap peremajaan kawasan kumuh seluas 1 hektar untuk hunian vertikal akan mampu mengatasi kawasan kumuh seluas 4 hektar.
Program perumahan di perkotaan menjadi penting mengingat pada 2030, sekitar 70 persen penduduk indonesia akan tinggal di perkotaan. Pembangunan hunian vertikal di kota-kota besar akan mengatasi problem transportasi perkotaan yang pelik. Masyarakat berpenghasilan rendah didekatkan ke lokasi kerja sehingga tidak menghabiskan pendapatan untuk ongkos transportasi.
Di sisi lain, perlu ada sinergi antara pemerintah pusat dan daerah untuk tata ruang yang jelas dan transparan. Tata ruang wilayah perlu diumumkan untuk mengurangi aksi spekulasi lahan, dan pengembang mendapat kepastian dalam membangun proyek perumahan.
Peran Perumnas. Pada masa Orde Baru, pemerintah mendukung penuh Perum Perumnas sebagai badan usaha milik negara untuk menjadi penyedia utama perumahaan rakyat. Dukungan tersebut diwujudkan melalui permodalan untuk pembebasan lahan dan pembangunan rumah inti tumbuh.
Namun, kini Perum Perumnas cenderung diperlakukan sebagai perusahaan biasa dengan pendekatan pasar. Perumnas pun kalah jauh dengan pengembang swasta.
"Selama pendekatannya keuntungan maka Perumnas tidak akan mampu berperan optimal membangun rumah murah," ujarnya.
Untuk itu perlu ada dukungan anggaran dari DPR kepada Perumnas agar bisa menggerakkan pembangunan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Dukungan pendanaan tersebut untuk mendorong penyediaan lahan rumah.
Tahun 2013, Perum Perumnas menargetkan membangun 20.000 rumah sederhana bersubsidi, baik rumah susun maupun rumah tapak. Selain itu, ekspansi berupa pembangunan hotel.
Secara terpisah Mentri Perumahaan Rakyat Djan Faridz mengemukakan, pembangunan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah tidak berhenti sebab permintaan terus mengalir. Penyediaan rumah menengah bawah cukup menggantungkan pengembang karena harga tanah lebih murah dan pengembang memperoleh subsidi prasarana sarana umum (PSU) dari pemerintah. Subsidi PSU itu sebesar Rp.4,25 juta per unit, meliputi prasarana jalan lingkungan.
Tahun ini pemerintah menargetkan pembangunan 121.000 unit rumah bersubsidi. Rumah bersubsidi yang memperoleh pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) dan keringanan pajak penghasilan (PPh) dan keringanan pajak penghasilan (PPh) final 1 persen, dopatok maksimum seharga Rp.95 juta - Rp.145 juta per unit untuk rumah susun.
Untuk mempercepat penyediaan rumah rakyat pihaknya sedang merancang pembentukan Badan Pelaksana Perumahan yang bertugas menyiapkan lahan membangun, dan mengelola rumah murah, baik rumah susun maupun rumah tapak, untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Pendanaan bahan tersebut diusulkan dari Anggaran Pendapatan dan BElanja Negara, serta pembangunan rumah melihatkan BUMN konstruksi.
Pembentukan badan pelaksana itu meniru pola di Singapura dan Malaysia. Di singapura pemerintah membentuk badan pengembangan perumahan (HBI) untuk menangani penyediaan dan pengelolaan rumah susun rakyat.
Sumber. Harian Kompas




Tangerang Selatan Jadi Incaran Pengembang
Meski lahan terbatas dan harga mahal, Tangerang Selatan masih menjadi incaran pengembang properti untuk berinvestasi. Kepala Kantor Penanaman Modal Daerah Tangsel Oting Ruhiyat, mengatakan, sektor properti, jasa dan, perdagangan masih menjadi incaran."Hampir setiap hari ada yang mengajukan rencana investasi," kata Oting, Rabu (22/5).
Menurut Oting, selain pengembang besar yang ada, seperti BSD City, Alam Sutra, dan Jaya Property, pengembang kecil pun turut berebut lahan untuk berinvestasi. "Selain yang besar, ada puluhan pengembang kecil membangun klaster ukuran satu atau dua hektar," ujarnya.
Berdasarkan data Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Tangsel 2012, empat pengembang besar menguasai 50 persen luas wilayah Tangsel. Mereka menguasai lahan lebih dari 7.326 hektar, dari 14.700 total luas wilayah Tangsel. Selama 2011, kurang lebih 75 hunian dibangun dengan total luasan mencapai 190 hektar. Kemudian, hingga menjelang akhir 2012 sekitar 70 hunian baru dibangun dengan luasan sekitar 90 hektar.

Oting menambahkan, minat besar itu perlu diatur agar tidak memunculkan masalah, "Bukan membatasi investasi, tetapi harus sesuai aturan rencana tata ruang wilayah (RTRW), karena ini berkaitan dengan isu lingkungan, infrastruktur. Banjir dan macet bisa menjadi ancaman kalau tidak diatur dengan baik," ujarnya.

Sementara itu, di Kota Tangerang daya dukung berupa lahan sudah sangat padat sehingga Pemerintah kota Tangerang tidak lagi membangun kawasan perumahan dengan skala besar.

Pengembangan perumahan hanya dilakukan untuk lahan kosong milik perseorangan, kelompok, dan perusahaan yang sudah dibebaskan. Perumahan yang akan dibangun lebih diarahkan kepada perumahan vertikal, dan bukan horizontal. "Untuk pembukaan lahan baru, terutama kawasan perumahan skala besar, sama sekali sudah tidak ada lagi. Adapun untuk kawasan perumahan skala kecil masih dimungkinkan hanya saja vertikal, dimana kepemilikan hunian oleh banyak orang," ucap Kepala Bappeda Kota Tangerang Yayan
Sofyan.

Secara terpisah, Ketua Real Estate Indonesia Banten Mari Okto Sihombing mengatakan tingkat kebutuhan perumahan di Kota dan Kabupaten Tangerang dan tangsel sangat tinggi. "Tingginya permintaan perumahan ini karena tiga wilayah itu menyangga Ibu Kota. Mau tidak mau harus mengakomodir kebutuhan masyarakat
akan perumahan," tutur Sihombing.

Meski lahan sudah sangat terbatas, kata Sihombing, pihaknya berharap pemerintah wilayah dapat mengakomodir kebutuhan perumahan  bagi warga dengan cara mengatur dalam pemetaan kota dan ruangan, "Jika lahan terbatas pembangunan perumahan tidak bisa lagi secara horizontal, sebaiknya diakomodir pembangunan hunian vertikal," kata Sihombing.
Sumber. Harian Kompas





Jakarta - Semakin terbatasnya lahan di wilayah Jakarta mendorong harga tanah di Ibukota melesat lampaui rumah atau hunian. Berdasarkan survei Bank Indonesia (BI) harga tanah pada triwulan II-2013 di Jakarta meningkat lebih tinggi dari yang sama tahun sebelumnya.

"Harga tanah di pasar sekunder tumbuh lebih tinggi dibandingkan harga rumah," jelas survei BI dikutip Senin (19/8/2013)

Survei itu menunjukan harga tanah pada periode tersebut dibandingkan tahun sebelumnya year on year (yoy) rata-rata mengalami peningkatan sebesar 20,17%. Sedangkan kenaikan harga tanah tertinggi terjadi di Jakarta Pusat 22,14% dan di Jakarta Selatan 20,30%.

Bandingkan dengan harga rumah, secara yoy harga rumah rata-rata hanya naik 17,45%, kenaikan tertinggi terjadi pada rumah tipe atas sebesar 17,17%.

Bila dibandingkan dengan kenaikan harga tanah pada triwulan sebelumnya (qtoq), harga tanah di Jakarta juga menunjukan lebih tinggi dari harga rumah. Secara qtoq harga tanah rata-rata di Jakarta mengalami kenaikan sebesar 4,15% lebih tinggi dari kenaikan harga rumah. Kenaikan harga tanah tertinggi pada triwulan II terjadi di Jakarta Pusat sebesar 4,32% khususnya di kawasan Menteng sebesar 4,76% dan Kemayoran 4,09%.

Sementara itu secara qtoq harga rumah kenaikannya masih di bawah harga tanah, rata-rata hanya naik 3,63%. Kenaikan harga rumah terjadi di semua segmen misalnya rumah segmen atas naik 3,6%, rumah segmen menengah naik 3,74%.

Peningkatan harga tertinggi pada rumah segmen menengah terutama di Ciganjur 4,38% dan Ancol Metro Marina 4,34%. Sedangkan peningkatan tertinggi pada rumah segmen atas terutama di Kemayoran 4,93%, Duren Tiga Pancoran 4,57%.

"Berdasarkan wilayah peningkatan harga rumah tertinggi terjadi di Jakarta Pusat 3,8%, terjadi pada rumah segmen atas 3,82% maupun segmen menengah 3,67%," jelas survei tersebut.

Berikut rincian harga rata-rata (segmen menengah dan atas) tanah dan rumah di Jakarta pada triwulan II-2013:

  • Jakarta Barat, rata-rata harga rumah Rp 2,3 miliar/unit sedangkan harga tanah Rp 7,8 juta/m2.
  • Jakarta Utara, rata-rata harga rumah Rp 2,6 miliar/unit sedangkan harga tanah Rp 10,4 juta/m2.
  • Jakarta Pusat, rata-rata harga rumah Rp 4,5 miliar/unit sedangkan harga tanah Rp 11,4 juta/m2.
  • Jakarta Timur, rata-rata harga rumah Rp 1,5 miliar/unit, sedangkan harga tanah Rp 5,4 juta/m2.
  • Jakarta Selatan, rata-rata harga rumah Rp 4,4 miliar/unit, sedangkan harga tanah Rp 8,8 juta/m2.

Survei properti residensial untuk pasar sekunder oleh BI dilakukan sejak triwulan I-2011 terhadap responden di lima wilayah Jakarta antaralain Jakarta Barat (Kebon Jeruk, Tanjung Duren, Citra Garden), Jakarta Timur (Menteng Metropolitan, Pulo Mas dan Jatinegara Baru), Jakarta Selatan (Pondok Indah, Cilandak/Pasar Minggu dan Tebet), Jakarta Utara (Kelapa Gading, Sunter dan Pluit), dan Jakarta Pusat (Menteng, Cempaka Putih dan Kemayoran).

Dalam survei ini untuk kategori rumah menengah adalah rumah dengan luas bangunan 80-150 m2, rumah besar dengan luas di atas 150 m2.
Sumber : Detikfinance, Senin, 19/08/2013 11:02 WIB




Di Manakah Kota yang Harga Rumahnya Naik Paling Tinggi?

Jakarta - Surabaya, Jawa Timur dan Manado, Sulawesi Utara menjadi kota yang mengalami kenaikan harga rumah (baru) tertinggi di Indonesia pada periode triwulan II-2013 dibandingkan periode sebelumnya (y o y). Masing-masing kenaikan harga rumah mencapai 18,85% dan 16,91%.

Demikian hasil survei Harga Properti Residensial oleh Bank Indonesia (BI) dikutip Senin (19/8/2013)

Misalnya Kota Manado, pada pada periode tersebut harga rumah naik hampir 10% atau 9,7% bila dibandingkan dengan periode 3 bulan sebelumnya (q to q). Kenaikan harga yang paling mencolok terjadi pada rumah kelas menengah yang mencapai 21,78%.

"Kenaikan harga properti di wilayah Manado sejalan dengan meningkatnya perekonomian di daerah tersebut sebagai representasi berkembangnya daerah kawasan Indonesia Timur," jelas survei tersebut.

Sementara itu kenaikan harga rumah di Surabaya dibandingkan triwulan sebelumnya (q to q) mengalami kenaikan 4,19%, kenaikan tertinggi terjadi pada rumah kelas menengah sebesar 5%.

Sebagai catatan, kenaikan harga rata-rata rumah pada periode triwulan II-2013 hanya 2,19% (q to q). Kenaikan harga rumah bila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya rata-rata mencapai 12,11%. Angka ini lebih tinggi dari periode triwulan I-2013 yang hanya mencapai 11%.

"Penyebab utama kenaikan harga rumah berasal dari kenaikan harga bahan bangunan 31,69%, kenaikan bahan bakar 23,18% dan kenaikan upah pekerja 20,16%," jelas survei BI.

Meskipun terjadi lonjakan harga, namun permintaan rumah justru terus naik. Bahkan pada periode tersebut penjualan rumah rata-rata naik 18,08% (q to q). Kenaikan penjualan terutama terjadi pada rumah kelas menengah sebesar 23,47% dan tipe kecil 23,43%.

Bahkan tercatat, lokasi penjualan rumah tipe kecil tertinggi terjadi di Jabodebek sebesar 157,2%, sedangkan untuk rumah tipe menengah penjualan tertinggi terjadi di Manado 89,9%.

"Tingginya permintaan masyarakat terhadap rumah tempat tinggal menjadi pendorong utama kenaikan penjualan," jelas BI.

Survei harga properti residensial (rumah baru) merupakan survei tiga bulanan yang dilaksanakan sejak triwulan I-1999 oleh BI. Dilakukan terhadap sampel kalangan pengembang properti di 12 kota yaitu Medan, Palembang, Bandar Lampung, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Banjarmasin, Manado, dan Makassar.

Wilayah Jabodetabek mulai disurvei pada triwulan I-2002, dan pada triwulan I-2004 ditambah kota Pontianak sehingga menjadi 14 kota. Total responden yang disurvei mencakup 45 pengembang utama di Jabodetabek dan Banten dan sekitar 215 pengembang di 13 kantor Bank Indonesia.

Sumber : Detikfinance, Senin, 19/08/2013 13:44 WIB




Jakarta, Kompas – Jones Lang LaSalle mencatat, harga propertymewah di Jakarta menunjukkan pertumbuhan tertinggi dibanding kota-kota besar lainnya di Asia selama triwulan II-2013. Pertumbuhan harga property di Jakarta 34,2 persen jika disbanding periode yang sama tahun lalu.

Kondisi itu berlangsung ditengah perlambatan dan penurunan harga property di kota-kota besar lainnya di Asia. Survey Jones Lang LaSalle (JLL) dilakukan terhadap 9 kota besar di Asia, yakni Jakarta, Hongkong, Shanghai, Bangkok, Manila, Mumbai, Singapura, dan Kuala Lumpur.

Pertumbuhan cukup tinggi juga dicatat Beijing, yakni 18,7 persen. Adapun lima kota besar lainnya menunjukkan pengetatan harga property dengan pertumbuhan dibawah 5 persen, yakni Hongkong (0,7 persen), Shanghai (2,9 persen), Bangkok (2,9 persen), Manila (2,7 persen), dan Mumbai (3,2 persen). Sementara itu, Singapura justru menunjukkan perlemahan harga, yakni minus 2,1 persen disbanding triwulan II-2012.

Penurunan harga di Singapura dipicu kebijakan pemerintah yang berusaha meredam lonjakan harga property yang berdampak terhadap sentiment investor.

Luke Rowe, Head of Residential Project Marketing Indonesia JLL, mengemukakan, Rabu (21/8), di Jakarta, pasar property Jakarta akan terus bertumbuh seiring masuknya jumlah proyek baru yang mendapat respons positif dari pembeli. Hal ini di dukung keterbatasan suplai property di Jakarta dan permintaan property yang tinggi.

Ia menambahkan, sekitar 70 persen dari proyek baru yang dipasarkan di Jakarta telah laku terjual. Proyek property di lokasi strategis menikmati kenaikan harga lebih tinggi. Dengan jumlah penduduk dan pekerja di Jakarta mencapai 20 juta orang, pasar residensial mewah akan terus berkembang hingga akhir tahun.



Jane Murray, Head of Research JLL Asia Pasific, mengatakan, pasar property di  Asia secara keseluruhan diprediksi terus tumbuh meskipun harga property baru di Bangkok dan Manila kemungkinan stagnan bahkan menurun. Jakarta diperkirakan tetap mengalami pertumbuhan lebih tinggi dengan tingkat kenaikan harga yang kuat sebagai dampak dari tingginya permintaan domestic.
Sumber. Harian Kompas



Bunga Kredit Rumah Akan Naik Lagi
Hitung kembali cicilan anda, kenaikan bunga KPR antara 0,5% sampai 1%

Jakarta, Anda sedang mencicil kredit pemilikan rumah (KPR)? Bersiaplah merobek kantong lebih dalam. Bank-bank besar penyalur KPR berniat lagi menaikkan bunga KPR antara 0,5% - 1%.

Salah satunya, Bank Central Asia (BCA). Bank terafiliasi Grup Djarum ini kembali berancang-ancang menaikkan bunga KPR sekitar 0,5% akhir bulan ini. Juli lalu BCA sudah menaikkan bunga KPR 0,5%. Di situsnya, Juli lalu suku bunga dasar kredit (SBDK) KPR BCA sebesar 9,5%.

Direktur Konsumer BCA, Henry Konaefi, mengatakan manajemen emiten saham berkode BBCA ini memutuskan kembali menaikkan bunga akibat meningkatnya ketidakpastian dimasa mendatang. Hal ini menyebabkan resiko bank meningkat.

Apalagi biaya dana terus membumbung akibat ketatnya persaingan sumber dana. “Kenaikan hanya untuk nasabah baru. Akhir bulan ini KPR berbunga tetap tiga tahun menjadi 8,5%,” ujarnya, Rabu (28/8). Sebelumnya, di program ini BCA mematok bunga 7,5%.

Kondisi ekonomi yang fluktuatif menyebabkan BCA tak terlalu agresif menyalurkan KPR BCA hanya menyalurkan KPR pada nasabah eksisting yang ber-track record baik.

Bank Tabungan Negara (BTN) juga akan menaikkan bunga KPR 0,5% - 1%. Saat ini rata-rata bunga KPR BTN antara 9% - 10%. Sementara per 31 Juli lalu, SBDK KPR BTN bertengger di 11%.

Berdasarkan situs resmi mereka beberapa bank juga menaikkan SBDK KPR per 31 Juli lalu dibandingkan Juni. Sebut saja SBDK Bank Permata naik menjadi 12%, Bank BNI mejadi 10,85% dan Bank Rakyat Indonesia (BRI) kembali ke 10% (bandingkan dengan data infografis).

Direktur BTN, Evi Firmansyah menandaskan, kenaikan bunga KPR ini hanya untuk kredit rumah seharga Rp.500juta – Rp.750juta. Kenaikan ini hanya menyasar para nasabah baru dan nasabah yang sudah habis masa promosi bungatetap. “Kami tidak menaikkan bunga untuk nasabah yang mengangsur KPR lebih dari 3tahun, mereka bisa marah-marah” ujarnya.

Dia yakin, kenaikan bunga tidak memberatkan nasabah. Alasannya, kelas menengah tidak sensitive bunga, tapi pada besaran angsuran. Kelas ataslah yang sensitive bunga, karena mereka bukan pembeli rumah pertama. “Kenaikan cicilan hanya Rp.25.000 – Rp.50.000 per bukan, tak terasa,” tambah Evi.

Tapi tak semua bank berniat menaikkan bunga KPR bulan depan. BNI misalnya, tak menaikkan bunga KPR asal BI rate tetap, inflasi terkendali dan ekonomi stabil. VP Consumer & Retail Lending BNI, Indrastomo Nugroho, mengatakan tiga bulan terakhir BNI dua kali menaikkan bunga KPR.


Juni lalu ketika BI rate naik 25bps, bunga KPR BNI mekar 1% dan Juli ketika BI rate naik 50 bps, bunga KPR BNI kembali naik 1%. Sama seperti BTN dan BCA, kenaikan bunga ini Cuma menimpa para nasabah KPR baru.
Sumber. Harian Kompas